Fanoubaybi - Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad….
Sholawat yang seharusnya sudah menjadi makanan sehari,menjadi penyempurna dari sunnah-sunnahNya tak perlu dipertanyakan lagi.
Tanpa sadar seorang gadis remaja telah menjadi perhatian dari keanehannya selama ini oleh Aku, gadis seumurannya yang masih awan.
Setiap kali berbicara dan bercerita dengannya selalu ada jeda, dan aku menatap bibirnya yang berkomat-kamit tanpa suara disetiap jedanya.
Tanpa sadar seorang gadis remaja telah menjadi perhatian dari keanehannya selama ini oleh Aku, gadis seumurannya yang masih awan.
Setiap kali berbicara dan bercerita dengannya selalu ada jeda, dan aku menatap bibirnya yang berkomat-kamit tanpa suara disetiap jedanya.
“Apa yang sebenanrnya Dia ucapkan?”
“Mantra? Aji-aji?”
Entahlah, aku hanya mampu menerka-nerka. Dia senang menyendiri dan berdiam diri dalam balutan mukenah tapi satu yang membuatku heran, kenapa setiap kali ia keluar dari ketersendiriannya matanya selalu bengkak.
“Ada apa?”, tanyaku dalam hati.
Disudut yang berbeda aku melihat setiap pasang mata memandang gadis itu aneh, tampak serius dan terlihat garis wajahnya yang tak wajar namun berusaha ditutupinya dengan senyumnya yang khas dan murah bagi siapapun yang melihatnya.
Dijauhi tanpa berkeinginan untuk menjauhi, itulah raut wajah yang mampu kubaca dari kedua bola matanya yang tampak terang. Tundukan kepala yang terlihat lesu diatas meja untuk waktu yang cukup lama ketika berdoa bersama awal pembelajaran dikelas, menjadikannya bahan guyonan teman-teman sekelas, bahwa dia tukang tidur dan sempat menjadi bahan teguran guru yang saat itu sedang mengajar, berusaha ku menepuk bahunya memberi isyarat bahwa hal itu jangan sampai terjadi.
“Apa yang sebenarnya Dia lakukan?”
Untuk beberapa saat kemudian, ku kembali mengerutkan dahi ketika tak sengaja sepintas melihat gadis itu merubah ekspresi wajahnya menjadi tampak khawatir.
“Apa yang sebanarnya Dia khawatirkan?
Sayangnya, dia tertutup akan apa yang sedang ia rasakan saat itu meski kita teman sebangku dan disaat ribuan neuron dalam otakku sulit berkomunikasi dan menafsirkan keadaan.
Hingga tiba masanya, serabut saraf pendengaran ini mampu menerjemahkan kalimat yang dia ucapkan di tiap jeda aau bahkan di setiap hembusan napasnya, terdengar lirih namun menenangkan,
“Shollahu ala Muhammad”
Hati ini tersentak, mantra yang ku terka luput dan jauh dari pemikiran. Hingga suatu saat dia menunjukkan hal yang luar biasa, dia menjadikan kalimat indah itu menjadi senjatanya dalam mengatasi keraguan dan memperoleh kebaikan atas doa-doanya yang dia hantarkan kepada Allah.
Ketika itu aku memberanikan diri, mengajukan pertanyaan yang selama ini mengganjal di mataku dan tampak aneh dimata orang lain.
“Apa yang sebenanrnya kau ucapkan disetiap jeda pembicaraanmu?”
“Ada apa denganmu ketika kau keluar dari ketersendirianmu?”,
“Apa yang sebenarnya kau lakukan ketika kau tertunduk lesu?”
“Aku berusaha berkomunikasi dengan Rasulullah dengan bersholawat pada beliau, karena aku ingin kelak aku bisa berjumpa dengan Rahmatan lil alamin.
“ Aku takut dan malu, setiap kali aku bertemu dengan Rabbku, menyerahkan seluruh dosa yang ku terima hari ini, dosaku pada orang tuaku, teman-temanku dan orang-orang yang pernah ada dalam hidupku”
“ Aku mengadu dan meminta kepada Rabbku agar mau mengijabah segala doaku dengan perantara sholawat didalamnya agar sampailah doaku dengan segera padaNya.”